Pluralitas Bangsa sebagai Kekuatan Nasional: Pentingnya Moderasi Beragama

Pluralitas Bangsa sebagai Kekuatan Nasional: Pentingnya Moderasi Beragama

Pluralitas bangsa Indonesia yang terdiri dari beragam suku, agama, budaya, dan bahasa dapat menjadi kekuatan nasional jika dikelola dengan bijaksana dan tepat. Hal ini disampaikan oleh Prof. Dr. Phil. Sahiron, M.A., dalam Seminar Penguatan Moderasi Beragama bagi Civitas Akademika Perguruan Tinggi bertema “Beragama dalam Keberagaman,” di Universitas Negeri Yogyakarta, Rabu (18/12/2024).

Pluralitas: Potensi atau Ancaman?

Sahiron menekankan bahwa pluralitas dapat menjadi sumber kekuatan sekaligus potensi konflik jika tidak dikelola dengan bijak.

“Penguatan moderasi beragama sangat penting sebagai landasan menuju Indonesia Emas 2045, visi bangsa yang maju dalam ilmu pengetahuan, teknologi, dan kehidupan beragama yang maslahat,” ujarnya.

Moderasi beragama, menurut Sahiron adalah cara pandang, sikap, dan perilaku beragama yang mengedepankan esensi ajaran agama. Hal ini mencakup perlindungan martabat manusia, pembangunan kemaslahatan umum, serta penerapan prinsip keadilan, keseimbangan, dan kepatuhan terhadap konstitusi.

Indikator Moderasi Beragama

Sahiron menguraikan empat indikator utama moderasi beragama:

  1. Toleransi terhadap perbedaan.
  2. Anti-kekerasan dalam penyelesaian masalah.
  3. Penghormatan budaya lokal sebagai bentuk kebersamaan.
  4. Komitmen kebangsaan, yaitu menjunjung tinggi NKRI, Pancasila, dan UUD 1945.

“Nilai-nilai ini adalah inti dari kehidupan beragama di Indonesia yang harus terus dijaga oleh semua elemen bangsa,” tegas Direktur Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga

Islam dan Moderasi

Sahiron juga menekankan bahwa Islam mengajarkan keseimbangan dalam beragama. Nabi Muhammad Saw. memberikan teladan melalui Piagam Madinah, yang menjamin hak-hak non-Muslim sebagai bagian dari komunitas bersama.

“Piagam Madinah mencerminkan inklusivitas ajaran Islam yang relevan dalam membangun keberagaman,” tambahnya.

Prinsip-prinsip moderasi beragama meliputi saling mengenal (ta‘āruf), saling memahami (tafāhum), toleransi (tasāmuḥ), keadilan (ta‘ādul), dan gotong royong (ta‘āwun).

“Nilai-nilai ini adalah kunci untuk membangun Indonesia yang damai, maju, dan berkeadilan,” jelas Sahiron.

Menuju Indonesia Emas 2045

Dalam menyongsong Indonesia Emas 2045, Sahiron berharap moderasi beragama dapat menjadi landasan dalam mengelola keberagaman sebagai aset nasional.

“Dengan memperkuat nilai-nilai universal agama dan komitmen kebangsaan, Indonesia memiliki fondasi kuat untuk membangun peradaban yang harmonis dan berdaya saing,” tegasnya.

Moderasi Beragama di Kampus

Sementara itu, Prof. Dr. Marzuki, M.Ag., menegaskan bahwa moderasi beragama merupakan solusi untuk menghadapi dinamika keberagamaan, baik di lingkungan kampus maupun masyarakat.

“Di kampus, moderasi beragama harus dirancang, diterapkan, dan dievaluasi secara sistematis. Sedangkan di masyarakat, pendekatan ini memerlukan kerja sama kolektif, terutama untuk menangani ujaran kebencian dan perundungan di media sosial,” jelasnya.

Penelitian yang dilakukan bersama Dr. Pungky Febiantoni dan Dr. Sulton di UNY mengkaji penerapan nilai-nilai moderasi beragama di perguruan tinggi. Studi ini juga mengidentifikasi tantangan serta praktik terbaik dalam implementasinya.

Marzuki menekankan pentingnya menghindari ekstremisme dalam praktik keagamaan maupun interaksi sosial.

“Moderasi berarti mencari jalan tengah, seperti tidak berlebihan dalam ibadah malam sehingga tetap bisa memenuhi tanggung jawab lainnya,” tambahnya.

Mengelola Program Keagamaan

Marzuki juga memperingatkan potensi penyalahgunaan program keagamaan di kampus untuk tujuan yang bertentangan dengan moderasi beragama.

“Kita perlu memastikan program-program tersebut mendukung semangat moderasi, bukan sebaliknya,” tegasnya

Ia menyerukan perlunya penelitian lebih lanjut untuk memperkuat analisis dan implementasi moderasi beragama di lingkungan kampus.

“Semoga moderasi beragama menjadi budaya kuat di kampus dan berdampak positif bagi masyarakat luas,” pungkasnya.

Comments

No comments yet. Why don’t you start the discussion?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *