Sejarah terbentuknya Desa di Indonesia

Di wilayah yang ada di Indonesia, istilah desa memiliki istilah masing-masing. Misalnya masyarakat Sumatera Selatan menyebut desa sebagai marga, sedangkan masyarakat Minangkabau menyebut desa sebagai nagari dan masyarakat Maluku dan Minahasa mengenal istilah desa dengan aati dan wanua.
 
Dalam buku ” Desa ” yang ditulis oleh Soetardjo Karthohadikoesoemo, dijelaskan bahwa desa berasal dari bahasa sansakerta ” Swadesi ” yang berarti tempat asal, tempat tinggal, negeri asal, dan tanah leluhur yang merujuk pada satu kesatuan norma dan memiliki batas yang jelas.

Beberapa ahli setuju bahwa sejarah awal terbentuknya desa berasal dari terbentuknya kelompok masyarakat yang memiliki kepentingan yang sama, seperti melindungi diri dari ancaman dari luar dan dalam daerah. Ada beberapa bukti sejarah yang dapat mendukung klaim bahwa desa telah terbentuk sejak zaman kerajaan seperti Prasasti Kawali dan Prasasti Walandit, didalam kedua prasasti tersebut menjelaskan bahwa ada suatu kelompok masyarakat didasarkan pada hukum adat.

Panjalu adalah sebuah desa yang terletak di ketinggian 731mdpl dan berada di kaki Gunung Sawal. Posisi Panjalu dikelilingi oleh benteng alamiah berupa rangkaian pegunungan dari sebelah selatan, timur, barat, dan utaranya.

Asal-usul nama Panjalu sendiri mempunyai 2 teori yang berkembang di masyarakat yaitu :

Panjalu berasal dari kata jalu yang berasal dari bahasa Sunda yang berarti jantan, jago, maskulin, yang didahului pa(n), menjadikan kata Panjalu berkonotasi dengan kata-kata : jagoan, jawara, pendekar.

Teori yang kedua mengatakan kata Panjalu berarti perempuan karena berasal dari kata jalu yang diberi awalan pan dan konon nama ini disandang karena pernah diperintah oleh seorang ratu bernama Ratu Permanadewi.

Sejarah masuknya Islam di Desa Panjalu

Menurut cerita yang disampaikan secara turun temurun masuknya Islam ke Panjalu dibawa oleh Sanghyang Borosngora setelah melakukan perjalanan dengan maksud menuntut ilmu sampai ke Mekkah, lalu di-Islamkan oleh Sayidina Ali bin Abi Thalib. Setelah menempuh perjalanan tersebut Sanghyang Borosngora pun pulang dan menyebarkan syariat Islam di Nusantara.