Kemenkomdigi Perketat Pengawasan Ruang Digital dengan Sistem Kepatuhan SAMAN

Kemenkomdigi Perketat Pengawasan Ruang Digital dengan Sistem Kepatuhan SAMAN

Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemenkomdigi) terus menunjukkan komitmennya dalam memberantas konten negatif di ruang digital Indonesia. Upaya menciptakan ekosistem digital yang sehat dilakukan secara menyeluruh, mencakup penguatan infrastruktur, pengembangan talenta digital, peningkatan literasi digital, revisi Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), serta pengawasan dan perlindungan masyarakat dari konten berbahaya.

Sebagai langkah konkret, Kemenkomdigi menerapkan Sistem Kepatuhan Moderasi Konten (SAMAN), sebuah sistem pengawasan yang dirancang untuk memastikan penyelenggara sistem elektronik (PSE) lingkup privat atau User Generated Content (PSE UGC) mematuhi regulasi terkait moderasi konten.

Penerapan dan Mekanisme SAMAN

Mulai Februari 2025, SAMAN akan diimplementasikan untuk menekan penyebaran konten ilegal di berbagai platform digital. Menteri Komunikasi dan Digital, Meutya Hafid, menegaskan bahwa perlindungan masyarakat, terutama anak-anak, dari paparan konten berbahaya seperti pornografi, perjudian, dan pinjaman online ilegal menjadi prioritas utama pemerintah dalam membangun ruang digital yang aman dan sehat.

SAMAN akan beroperasi dengan mekanisme empat tahap yang dirancang untuk memastikan kepatuhan PSE UGC terhadap peraturan:

  1. Surat Perintah Takedown – PSE UGC diwajibkan menghapus URL yang dilaporkan oleh masyarakat atau lembaga pengawas.
  2. Surat Teguran 1 (ST1) – Jika konten tidak diturunkan, PSE akan diberikan peringatan resmi untuk segera menindaklanjuti perintah takedown.
  3. Surat Teguran 2 (ST2) – Jika pelanggaran berlanjut, PSE harus mengajukan Surat Komitmen Pembayaran Denda Administratif.
  4. Surat Teguran 3 (ST3) – Jika peringatan tidak diindahkan, pemerintah dapat menjatuhkan sanksi tegas berupa pemblokiran atau pemutusan akses.

Kategori pelanggaran yang diawasi melalui SAMAN mencakup pornografi anak, konten terorisme, perjudian online, aktivitas keuangan ilegal (pinjaman online ilegal), serta penyebaran produk makanan, obat, dan kosmetik ilegal. Berdasarkan Keputusan Menteri Kominfo No. 522 Tahun 2024, PSE UGC yang tidak mematuhi perintah takedown akan dikenai sanksi administratif berupa denda. Notifikasi terhadap PSE dilakukan dalam waktu 1×24 jam untuk konten tidak mendesak dan 1×4 jam untuk konten mendesak.

Tantangan dan Evaluasi Efektivitas Kebijakan

Meskipun kebijakan ini memiliki tujuan yang jelas, terdapat beberapa tantangan dalam implementasinya:

  • Efektivitas Penindakan – Apakah pemblokiran dan denda benar-benar mengurangi konten negatif, atau hanya memindahkan aktivitas ilegal ke platform lain?
  • Koordinasi dengan Platform Global – Banyak PSE berbasis di luar negeri yang mungkin tidak sepenuhnya tunduk pada regulasi Indonesia.
  • Potensi Penyalahgunaan – Regulasi ini harus diawasi secara transparan agar tidak disalahgunakan untuk membungkam kebebasan berekspresi atau menghapus kritik terhadap pemerintah.

Sebagai langkah mitigasi, pemerintah telah melakukan studi komparatif dengan negara lain yang memiliki regulasi serupa. Jerman, misalnya, menerapkan Network Enforcement Act (NetzDG) yang mengharuskan platform media sosial menghapus konten ilegal dalam waktu 24 jam. Sementara itu, Malaysia memiliki Anti-Fake News Act 2018 untuk menangani berita bohong, dan Prancis telah mengesahkan undang-undang khusus untuk melawan manipulasi informasi menjelang pemilu.

Pembatasan Usia Pengguna Media Sosial

Sebagai langkah tambahan dalam melindungi kelompok rentan, Kemenkomdigi juga sedang mengkaji kebijakan pembatasan usia bagi pengguna aplikasi media sosial. Kebijakan ini sudah diterapkan di beberapa negara seperti Australia, Tiongkok, Vietnam, dan Amerika Serikat, dengan batasan usia berkisar antara 13 hingga 16 tahun. Namun, masih diperlukan kajian lebih lanjut mengenai mekanisme verifikasi usia yang efektif dan tidak melanggar privasi pengguna.

Data dan Fakta: Kasus Kejahatan Siber terhadap Anak

Anak-anak menjadi kelompok yang paling rentan terhadap eksploitasi di ruang digital. Data menunjukkan bahwa dalam periode 2021–2023, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menerima 481 pengaduan terkait anak korban pornografi dan kejahatan siber, serta 431 kasus eksploitasi dan perdagangan anak. UNICEF juga melaporkan bahwa 1 dari 3 anak di dunia pernah terpapar konten yang tidak pantas di internet. Hal ini menjadi dasar kuat bagi pemerintah untuk memperketat regulasi ruang digital.

Komitmen Kemenkomdigi dalam Menjaga Ruang Digital

Sejak 2016, pemerintah telah menangani lebih dari 6,3 juta konten negatif di internet, termasuk 5,7 juta konten perjudian online. Media sosial menjadi platform utama penyebaran konten ilegal, dengan salah satu yang paling banyak diidentifikasi adalah aplikasi X (sebelumnya Twitter), yang mencatat lebih dari 1,4 juta konten judi online.

Dalam upaya lebih lanjut, Kemenkomdigi bekerja sama dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk menelusuri aliran dana aktivitas ilegal dan mengembangkan sistem deteksi konten berbasis kecerdasan buatan (AI).

Pemerintah melalui Kemenkomdigi terus memperketat pengawasan dan penegakan hukum di ruang digital untuk menciptakan lingkungan yang lebih aman dan sehat. Meskipun kebijakan seperti SAMAN dan pembatasan usia media sosial membawa manfaat besar, tantangan dalam implementasi dan efektivitas kebijakan harus terus dipantau.

Agar kebijakan ini berjalan optimal, perlu adanya transparansi dalam proses pemblokiran, evaluasi berkala, serta keterlibatan masyarakat dalam memantau dan melaporkan konten negatif. Selain itu, keseimbangan antara keamanan digital dan kebebasan berekspresi harus tetap dijaga agar Indonesia tidak hanya menjadi negara dengan regulasi ketat, tetapi juga ruang digital yang inklusif dan inovatif.

Comments

No comments yet. Why don’t you start the discussion?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *